Sekitar 100 Orang Warga Garut di Papua Berharap Segera Dievakuasi

Berita Utama749 Dilihat
IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Garut, faktadanrealita.com-

SEORANG warga asal Garut Jawa Barat, Asep Kuswara, yang saat ini berada di Koya Timur, Distrik Muara Tami Kota Jayapura mengaku tak bisa pulang kampung karena kebijakan pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) yang tengah diberlakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua.

Ia hendak pulang kampung bersama empat rekannya karena pekerjaan yang diborongnya selama dua bulan sudah selesai. Selain itu, salah satu rekannya mengalami sakit parah yakni terserang penyakit malaria.

“Mau bagaimana lagi? Pekerjaan kami sudah selesai. Bekal kami sudah habis. Dan kami tidak mendapatkan bantuan sosial seperti warga lainnya karena kami pendatang di sini,” jelas Asep kepada Jubi Pos melalui sambungan aplikasi Whatapps, Kamis (29/5/2020) malam.

Asep mengatakan, awalnya ia datang ke Jayapura pada tanggal 2 Maret lalu bersama empat rekannya, Iwan Ridwansyah, Tatang Sukendar, Mohammad Yusuf, dan Zaki. Mereka berlima ke Papua untuk mengerjakan proyek borongan kandang ayam milik warga setempat.

Menurutnya selain dirinya dan keempat temannya, diperkirakan saat ini ada seratus orang asal Garut yang bernasib sama dengannya. Mereka itu bekerja sebagai tukang gordyn dan tukang cukur.

“Kegiatan usaha dan kerjaan semua terhenti dan kami pun tidak punya penghasilan lain. Menggunakan dana yang ada untuk menutupi beban hidup di sini. Bantuan pun tidak ada yang kami terima baik dari Pemprov Papua ataupun Jawa Barat,” jelasnya.

Namun yang mengkhawatirkan dirinya dan warga Garut lainnya yang merantau di Kota Jayapura adalah serangan malaria yang baru saja menimpa Iwan, Ia bersama rekan-rekannya sama sekali tidak tahu soal penyakit malaria ini. Bahkan saat Iwan diserang malaria, ia dan tiga rekannya sangat panik.

Inline Related Posts  Tersinggung dengan Pernyataan Kaban Kesbangpol Garut, FMGM Gelar Audensi Bersama DPRD dan Pemda Garut

“Dua hari sebelum lebaran, dia tidur sore hari sambil nunggu berbuka puasa. Malamnya mulai tersana panas dingin. Kami kira masuk angin. Dua hari berikutnya tambah parah, tidak mau makan. Minum pun tidak, bahkan muntah-muntah.  Menggigilnya sampai kencang, makanya kami bawa berobat,” ungkap Asep.

Lanjutnya, pemilik pondok tempat mereka tinggal saat ini yang memberitahu mereka bahwa Tatang mungkin terserang malaria. Dan malaria sangat berbahaya, bisa menyebabkan kematian orang juga.

“Kami dipinjamkan kendaraan oleh warga setempat untuk membawa Iwan ke Puskesmas Muara Tami, Sekarang kondisi Iwan lumayan baik tapi belum bisa beraktifitas. Kami jadi sangat khawatir jika ada lagi di antara kami yang kena malaria,” tambah Asep.

Kondisi yang mereka alami ini benar-benar membuat mereka ingin pulang ke kampung halaman. Namun keinginan ini tak bisa terlaksana karena kebijakan menutup akses transportasi darat, laut dan udara yang diberlakukan pemerintah Provinsi Papua.

Asep mengaku pernah mengadukan kondisi mereka ini ke Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, lewat akun media sosial. Tapi tidak ada respon. tapi hingga kini tak ada respons.

Sementara Tatang mengatakan mereka membangun kandang ayam petelur selama 50 hari. Setelah pekerjaan selesai mereka berharap bisa pulang. Namun ternyata, pemerintah Provinsi Papua sudah menutup akses transportasi dari dan keluar Papua.

“Uang hasil kerja kami sudah kami sisihkan untuk membeli tiket pulang. Tapi karena kami tidak bisa pulang, uang tersebut akhirnya kami gunakan untuk bertahan hidup karena sudah mendapatkan pekerjaan lain, bahkan pekerjaan serabutan sekalipun,: ujar Tatang.

Seperti halnya Asep, Tatang juga sangat khawatir jika ia terserang sakit malaria seperti Iwan. Tiap malam, kata Tatang mereka berlima tidur dalam satu kelambu berukuran 2×2 meter agar tidak digigit nyamuk.

Inline Related Posts  Akibat Peningkatan Kasus Covid-19, Disdikbud Bireuen Hentikan Sementara Sekolah Tatap Muka

Saat ini, kelima warga Garut ini hanya bisa membantu pemilik pondok tempat mereka tinggal mengurus kolam pemancingan. Kolam pemancingan ini memang dimiliki oleh pemilik pondok.

“Pondok itu pun dipinjamkan kepada kami. Kami juga diizinkan menggunakan sarana MCK pemilik pondok, orang Semarang,” kata Asep tentang tempat tinggal mereka yang jauh dari pemukiman warga di Koya Timur.

Asep dan Tatang berharap mereka beserta tiga rekannya bisa segera pulang ke Garut. Semakin lama mereka berada di Jayapura, kondisi mereka akan sangat memprihatinkan. Sementara di kampung halaman mereka, ada anak istri yang harus mereka nafkahi.

Meskipun Asep dan keempat rekannya telah dihubungi oleh komunitas Paguyuban Sunda di Kota Jayapura setelah Iwan dibawa berobat ke Puskesmas untuk tinggal di padepokan paguyuban, mereka tetap ingin secepatnya pulang ke kampung halaman mereka.

“Kami semua atas nama warga Garut dan Jawab Barat disini memohon kepada Bapak Presiden Jokowi untuk mengevakuasi kami dari Papua, karena sudah tidak sanggup lagi bertahan. Kepada TNI/Polri juga tolong bantu kami bisa dipulangkan ke Garut,” pungkas Asep dengan penuh harap.

Dikutip dari : Jubi Pos | Editor : Red_FR